Om Ucu, Wujud Pengabdian Sejati di Bulukumba

BULUKUMBA, KUMANIKA.com — Apa jadinya Bulukumba tanpa om Ucu atau tanpa om Ucu siapa yang akan kerjakan semuanya.
Demikian kalimat terucap dari warga di kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan untuk seorang pejuang sejati kemanusiaan yang karib disapa om Ucu.
Pria kelahiran 1 Juli 1975 ini juga dikenal dengan panggilan om Tayo ini merupakan relawan kemanusiaan yang telah berikrar untuk mengabdikan diri demi kampung tercintanya, kabupaten Bulukumba sudah lebih dari puluhan tahun lamanya.
Pemilik nama asli Muh Yusuf ini merupakan bapak dari dua anak. Ucu merupakan pribadi yang bertanggungjawab baik dalam rumah tangga maupun pada profesinya sebagai “Punggawa” relawan kemanusiaan.
Sosoknya ramah, supel dan humoris. Namun, dia juga pribadi yang tegas, disiplin dan pemberani.
Selama puluhan tahun, Ucu aktif dalam berbagai tugas kemanusiaan di Bulukumba. Bila terjadi bencana, Ucu selalu bergerak cepat.
Apalagi ditengah pandemi virus Corona atau Covid-19 yang saat ini melanda peradaban manusia.
Dari cerita bang Ucu, sejak tahun 90an kala itu dia baru saja tamat Sekolah Teknik Menengah (STM) di Bumi Panrita Lopi (Julukan kabupaten Bulukumba), dia sudah aktif beroganisasi di bidang kemanusiaan.
“Waktu itu saya aktif di organisasi kemanusia sejak tahun 90an. Sering belajar dan terinspirasi dari seseorang dan mau terlibat langsung membantu sesama,” kata bang Ucu ditemui disela-sela waktu luangnya, Jumat (3/7/2020).
Seiring berjalannya waktu, Ucu ikut bergabung dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bulukumba selama lima tahun lamanya.
Kemudian Ucu mengundurkan diri dari BPBD, lalu mendirikan Relawan Panrita Rescue Bulukumba bersama sejumlah rekan-rekan. Organisasi inilah yang membawa dia hingga terlibat di gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 di Bulukumba.
Tanpa rasa takut sedikit pun, Ucu selalu berada di garda terdepan membantu petugas medis berjuang dalam penanganan melawan virus Corona. Mulai mengevakuasi pasien positif covid-19, menjemput pasien sembuh, melakukan desinfeksi, hingga memakamkan jenazah covid-19 dijajalnya semua.
“Banyaknya keluhan dan kebutuhan masyarakat yang membutuhkan sesuatu hal. Namun tak ada yang bisa sebagai perpanjangan tangan menyampaikan ke rekan-rekan bencana lainnya,” ungkapnya.
Dengan begitu, hati Muh Yusuf terketuk untuk mewakafkan diri sebagai relawan kemanusian. Sebagai prinsip kerja, siapa lagi, kalau bukan kita. Itu untuk membantu masyarakat luas. Sebab uang bukanlah segala-galanya.
Suka duka telah dilalui Ucu. Bahkan dia sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah sebagai misi kemanusian. Selama bencana Covid-19, dia juga kerap mendapati relawan lain di Posko Covid-19 Bulukumba dalam keadaan kurang fit.
“Kami sudah berjalan dua bulan lebih di Gugus Tugas Covid-19 sebagai relawan. Kadang juga ada tim gugus yang kurang fit sehingga butuh perhatian stamina, lantaran penjemputan pasien bisa saja terjadi 24 jam. Dan kami sudah siap melakukan itu,” bebernya.
Seberat apapun pekerjaan yang dikerjakannya, ia tak pernah meminta imbalan apapun. Dia hanya berkata jika perkerjaan tersebut kelak menjadi ladang pahala.
“Syukurma itu kalau dikasih kesempatan berbuat kebaikan. Dengan cara itu, saya dapat pahala,” cerita Ucu menambahkan.
Sebuah pertanyaan muncul terkait dirinya mampu menghidupi keluarga kecilnya. Ternyata dibalik semua itu, ia memiliki sebuah bengkel kecil-kecilan di Jalan Abdul Asiz, kelurahan Caile, Ujung Bulu, Tepat di samping kediamannya. Namun, ketika ada bencana ia mendahulukan kepentingan orang banyak.
Ia pun berhasil menyekolahkan dua putrinya hingga ke jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). Hingga sang buah hati mampu mengabdi di Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Bulukumba saat ini.
Dan tepat pada 1 Juli 2020 kemarin, Ucu genap berusia 46 tahun.
“Selamat bertambah usia om Ucu, semoga semua perbuatan mu diganjar berlipat-lipat ganda pahala,” demikian doa warga Bulukumba.