Kopel: Kasus Kematian Ibu dan Anak Perpanjang Catatan Buruk RSUD Bulukumba

BULUKUMBA, KUMANIKA.com — Kasus kematian ibu dan anak yang menimpa almarhumah ARD (inisial) berserta calon bayinya terjadi baru-baru ini di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sulthan Dg Radja kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan menambah rentetan polemik yang terjadi pada RSUD yang menyandang status type B tersebut.
Hal itu diungkapkan, Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Bulukumba yang menilai catatan-catatan buruk itu menandakan lemahnya pengawasan dan pembinaan di rumah sakit Bulukumba.
Direktur Kopel Bulukumba, Muhammad Jafar mengatakan bahwa kematian memang merupakan takdir yang tidak bisa dihindarkan.
“Akan tetapi, yang sangat disayangkan jika kematian itu akibat keterlambatan penanganan oleh Dokter ataupun tenaga kesehatan yang ada di Rumah Sakit,” katanya, Kamis (13/8/2020).
Insiden yang terjadi pada Jumat 7 Agustus 2020 itu lanjut dia, berdasarkan kronologis yang disampaikan secara terbuka oleh ayah almarhumah ARD, Andi Haris Ishak menyebutkan, adanya dugaan kelalaian atau keterlambatan penanganan oleh Dokter yang menangani.
Bahkan secara tegas Jafar sampaikan, kejadian kelalaian atau keterlambatan seperti ini bukan yang pertama kali terjadi di rumah sakit Bulukumba tersebut.
Dari catatannya, pada 2019 lalu, beberapa carut marut pelayanan di RSUD Bulukumba yang pernah tuai polemik salah satunya pada bulan Juni, bayi baru lahir yang ditangani oleh rumah sakit pemerintah ini meninggal dunia lantaran diduga karena salah diagnosa golongan darah.
Namun dari klarifikasi Humas RSUD Andi Sulthan Daeng Radja, Gumala Rubiah menampik jika kematian bayi tersebut bukan disebabkan karena kesalahan diagnosa golongan dara.
Akan tetapi disebabkan gangguan pernapasan sejak lahir (respiratory distress newborn). Bayi tersebut juga kata dia, mengalami komplikasi lain, seperti prematur, berat badan lahir rendah, kelainan pertumbuhan kongenital, anemia dan infeksi.
Polemik lainnya pada 2019, tepatnya pada bulan November. Kelalaian pelayanan kesehatan yang menimpa seorang bayi menyebabkan sang bayi yang baru lahir ini mengalami patah tulang (fraktur) setelah dilakukan operasi sesar.
Namun keluarga yang tidak menerima, lantas mempertanyakan kondisi tersebut kepada bidan dan perawatnya. Sayang, keduanya malah saling lempar tanggungjawab.
Akhirnya setelah didesak, dokter yang menangani sang bayi dan ibunya atas nama Syamsinar, mengakui jika bayi tersebut mengalami fraktur.
Direktur RSUD Bulukumba, dr Abdur Rajab yang saat itu masih menjadi Pelaksana Tugas (Plt) mengatakan, bayi tersebut akan menjalani perawatan di RS Awal Bross dan biayanya ditanggung oleh pihak rumah sakit Bulukumba.
Selanjutnya pada awal tahun 2020, tepatnya bulan februari, yakni pembatalan operasi yang dilakukan dokter Junaid terhadap pasien bernama Dume di rumah sakit Bulukumba, padahal telah dilakukan pembedahan leher pasien.
Hal itu juga diklarifikasi RSUD melalui bagian Humas, Gumala Rubiah. Ia berdalih, pembatalan operasi dilakukan lantaran kondisi pasien tidak memungkinkan. Pengangkatan kelenjar di leher korban tidak dapat dilakukan sebab melengket di area pembuluh darah besar dan saluran pernapasan.
Sehingga beresiko untuk terjadi perdarahan apabila tindakan operasi di bagian leher pasien dari Desa Bukit Harapan, Kecamatan Gantarang itu terus dilanjutkan.
Akhirnya saat itu, pihak rumah sakit melakukan penanganan kepada pasien tersebut dengan merujuk pasien ke Rumah Sakit Wahidin Makassar.
“Pemerintah daerah harusnya lebih tegas terhadap para pelayan di rumah sakit untuk memberikan pelayanan maksimal kepada warga atau pasien,” imbuh Direktur Kopel Bulukumba, Muhammad Jafar.
Menurut Jafar, organisasi profesi kesehatan harus melakukan pembinaan kepada para anggotanya. Terutama dalam hal pelayanan kepada pasien.
“Kejadian yang hampir sama terus berulang ini menandakan lemahnya pengawasan dan Pembinaan di RSUD Bulukumba,” pungkas menyayangkan.
Berita Sebelumnya: Ibu dan Calon Bayinya Meninggal di RSUD Bulukumba, Keluarga Sebut Terlambat Ditangani Medis
REPORTER: Sahi Alkhudri
EDITOR: Arnas Amdas